Tata Liturgi Baptisan di HKBP
Konfessi 1996
Baptisan Kudus, maka kita juga akan melihat bagaimana HKBP melayankan Sakramen ini kepada jemaatnya. Seperti yang telah disebutkan di atas, maka kita mengetahui bahwa ada 3 jenis baptisan yang dilayankan di HKBP, yakni: Baptisan Anak, Baptisan Dewasa, dan Baptisan yang didakan secara mendadak atau tiba-tiba.
arsip_dok|hkbp_krjati|MSoit19
3.1. Baptisan Anak (Pandidion di Dakdanak)
Baptisan Anak adalah jenis Baptisan yang paling sering dilaksanakan di HKBP. Sebelum Sakramen ini dilaksanakan, orang tua si anak harus terlebih dahulu mendapat katekisasi atau penggembalaan. Pada saat itu pendeta akan menjelaskan arti dan makna Baptisan Kudus sekaligus mengingatkan baptisan yang dulu diperoleh oleh orang tua tersebut. Selaku orang tua ynag beragama Kristen, mereka wajib mempersiapkan anak-anaknya menuju peneguhan sidi sebagai lanjutan dari Baptisan Anak. Sidi disebut dalam buku Tata Liturgi Agenda HKBP sebagai “mengakui” atau “menyaksikan iman” (manghatingkhon haporseaon).
Liturgi pembaptisan anak ini dilakukan pada ibadah Minggu dan liturginya menjadi bagian integral dari Ibadah Minggu. Acara pembaptisan sendiri biasanya diadakan sesaat ketika pendeta selesai menyampaikan kotbahnya. Untuk lebih jelasnya kita akan melihat jalannya tata ibadah Hari Minggu yang di dalamnya dilayankan Sakramen Baptisan Kudus.
01. Nyanyian Pujian / Ende Huria
02. Votum-Introitus-Doa Pembuka
03. Nyanyian Pujian / Ende Huria
04. Pembacaan Hukum Tuhan
05. Nyanyian Pujian / Ende Huria
06. Pengakuan Dosa dan Berita Anugerah
07. Nyanyian Pujian / Ende Huria
08. Pembacaan Epistel[11]
09. Nyanyian Pujian / Ende Huria
10. Pengakuan Iman Rasuli
11. Pembacaan Warta Jemaat
12. Nyanyian Pujian / Ende Huria (Persembahan I)
13. Pemberitaan Firman
14. Baptisan Kudus adapun Tata Liturgi Pembaptisan Anak adalah sebagai berikut:
-Nyanyian Pujian / Ende Huria
-Doa Pembuka
-Nasihat dan Bimbingan (ditujukan untuk orang tua dan jemaat yang hadir)
-Pengakuan Iman Rasuli (hanya untuk orang tua yang membawa anaknya untuk dibaptis)
-Pertanyaan-pertanyaan (diajukan oleh Pendeta untuk dijawab oleh orang tua)
-Pembaptisan
-Berkat
-Doa
-Nyanyian Pujian / Ende Huria
15. Nyanyian Pujian / Ende Huria (persembahan II)
16. Doa Pesembahan-Nyanyian Persembahan-Doa Bapa Kami-Berkat
Dalam urutan Liturgis ini, pada point ke 14 sudah umum dilakukan setelah point nomor 15, artinya setelah Khotbah dilanjutkan Nyanyian Pujian (persembahan II) lalu Skaramen Baptisan, di akhiri Doa (Penutup).
Demikianlah kita melihat bahwa acara Baptisan Kudus ini diadakan secara integral dalam Ibadah Minggu.
Sakramen ini sepenuhnya dilayankan hanya oleh Pendeta.
arsip_dok|hkbp_krjati|MSoit19
3.2. Baptisan Dewasa (Pandidion di Namagodang)
Pengertian : Remaja; Bajarbajar, Naposo; Pemuda Pemudi
Sama halnya dengan Baptisan Anak, Baptisan bagi orang dewasa pun dilaksanakan secara integrla dalam tata ibadah Minggu. Sebelum orang dewasa tersebut menerima Baptisan, mereka harus terlebih dahulu mengikuti katekisasi untuk mempelajari Iman Kristen. Bagi baptis dewasa ini Sidi tidak lagi dilaksanakan. Baptisan ini biasanya sekaligus juga menandakan sidi bagi mereka karena pada saat pembaptisan ini jugalah mereka diberi kesempatan untuk mengaku iman percaya mereka di hadapan Tuhan dan jemaatNya. Adapun tata cara pembaptisan orang dewasa adalah sebagai berikut:
· Nyanyian Pujian / Ende Huria
· Votum
· Nasihat (ditujukan bagi calon Baptis dewasa)
· Doa
· Agenda / Pertanyaan (diajukan oleh pendeta kepada calon Baptis dewasa, pertanyaan yang diajukan ini merupakan pertanyaan sekitar doktrin yang intinya bahwa calon baptis setuju dan mengakui doktrin gereja sebagai pedoman bagi hidupnya)
· Pengakuan Iman Rasuli (diucapkan oleh calon baptis dewasa)
· Pertanyaan (diajukan oleh pendeta kepada calon baptis dewasa, kali ini hanya ada satu pertanyaan yang diajukan, yakni “bersediakah saudara dibaptis ke dalam nama Tuhan yang saudara percayai?” dan calon baptis akan menjawab “Ya, saya bersedia”)
· Pembaptisan
· Berkat Baptisan
· Doa
· Nyanyian Bersama
· Doa Bapa Kami- Berkat
3.3. Baptisan Darurat (Pandidion Na Hinipu)
Di HKBP juga dilayankan Baptisan Darurat. Baptisan ini biasanya diberikan kepada anak kecil yang sakit parah dan dalam keadaan kritis. Karena Baptisan ini sifatnya darurat, tiba-tiba, dan mendadak, maka baptisan ini tidak diberikan di Gereja melainkan di tempat di mana si anak terbaring sakit. Baptisan ini juga tidak harus dilayankan oleh pendeta. Penatua dapat melayankan Baptisan darurat ini. Apabila kelak si anak sembuh dari sakitnya, maka orang tuanya wajib membawa si anak ke gereja untuk menerima berkat baptisan dari pendeta, tetapi si anak tidak akan dibaptis ulang. Adapun tata liturgi Baptisan Darurat ini adalah sebagai berikut:
· Votum (oleh Pelayan Liturgi)
· Agenda / Pertanyaan (diajukan kepada orang tua atau wali si anak, bunyi pertanyaannya adalah sebagai berikut “Apakah saudara menghendaki supaya anak ini dibaptiskan sesuai dengan iman kepercayaan Kristen Protestan?” dan dijawab “Kami menghendakinya”)
· Pembaptisan
· Doa
· Doa Bapa Kami
Demikianlah kita melihat bahwa baptisan ini dilayankan dengan tata liturgi yang sangat singkat dan padat.
arsip_dok|hkbp_krjati|MSoit19
Budaya (Adat) Batak Yang Berkaitan dengan Baptisan
Sejak hari pertama bayi lahir sampai hari ke-7, pada malam hari tetangga berkumpul di rumah keluarga yang bayinya lahir. Tujuan utama berkumpulnya tetangga tersebut adalah untuk menemani dan menjaga si ibu yang baru melahirkan. Kebiasaan ini disebut dengan mandungoi atau melek-melekan (terjaga, berjaga-jaga, tidak tidur). Dengan demikian ada yang tetap terjaga (tidak tidur) untuk menolong si ibu bilamana ia memerlukan sesuatu.
Martutu Aek atau Patutuaekhon (Baptisan Dalam Versi Budaya Batak)
Setelah si bayi berumur 7 hari, diadakanlah acara martutuaek atau patutuaekhon, yaitu membawa si bayi mandi ke sungai atau ke pancuran sekaligus memberi nama si bayi.[12] Pada acara ini biasanya dibawa api ni anduhur, yaitu bara api yang diletakkan di dalam periuk. Menurut kepercayaan suku Batak kuno, bara api dalam periuk ini dapat mengusir roh jahat yang suka mengganggu si bayi.
Setelah si bayi selesai dimandikan, si bayi dibaringkan di atas ulos ragidup (sejenis tenunan yang dijadikan alas bagi bayi). Tulang si bayi (paman dari pihak ibu bayi) akan menabur sejumput beras yang dalam bahasa Batak disebut boras pir ni tondi (beras yang menjadi berkat bagi jiwa). Beras ini ditaburkan ke ubun-ubun si bayi dan kemudian tulang jugamenyemprotkan air dari mulutnya ke ubun-ubun si bayi. Penyemprotan air ke ubun-ubun si bayi dalam bahasa Batak disebut mamupus. Kemudian tulang si bayi mengucapkan kata-kata harapan agar kelak si anak menjadi anak yang tegar, menjadi andalan keluarga, dan terpandang di lingkungannya. Dalam acara ini maka tulang si bayi disebut na manupus sedangkan si bayi disebut napinupus.
Di beberapa tempat, acara ini disebut marambit atau manampe goar (memberikan nama bayi). Kedudukan tulang dalam adat Batak sangat dihormat, bahkan ada keyakinan bahwa pau-pasu (berkat, restu) tulang sangat berperan dalam kehidupan seseorang.
Setelah agama Kristen masuk ke “tanah Batak”, acara ini tidak lagi dilakukan. Acara pengganti adalah acara adat setelah si bayi dibaptis ke gereja. Pembaptisan itu dianggap juga sebagai pengesahan nama, di mana nama yang telah direncanakan orang tuanya akan didaftarkan di Gereja dan menjadi nama sah (goar tardidi = nama baptis).
arsip_dok|hkbp_krjati|MSoit19
4.2. Mangallang Haroan (Pesta Menyambut Kelahiran)
Kurang lebih sebulaan setelah si bayi lahir, didakanlah acara Mangallang Haroan, yaitu perjamuan menyambut kelahiran si bayi. Dalam acara ini yang diundang hanyalah keluarga terdekat. Para tamu datang membawa kado, maupun amplop yang berisi uang. Ompung Bao (orang tua isteri) dan tulang si bayi akan membawa aek ni unte, yaitu bangun-bangun ni untean[14], ikan mas yang telah dimasak, boras pir ni tondi, dan ulos parompa (ulos yang akan digunakan untuk menggendong bayi). Ulos Parompa yang diserahkan adalah ulos yang dapat menghangatkan si bayi dalam gendongan. Orang tua si bayi akan menyiapkan babi lengkap dengan tudu-tudu ni sipanganon atau yang disebut juga sebagai na margoar (yaitu berupa seekor babi yang disusun secara utuh sesuai dengan bagian-bagian tubuhnya). Intisari dari kata harapan dalam acara ini adalah kiranya si ibu yang baru melahirkan tetap sehat-sehat saja, dan banyak asinya. Kesehatan si ibu sangat penting untuk kesehatan si bayi.
arsip_dok|hkbp_krjati|MSoit19
4.3. Baptisan Anak
Jika anak sulung dibaptis di gereja, dilaksanakan pesta dengan mengundang unsur dalihan na tolu (yaitu saudara dari pihak semarga, saudara dari pihak isteri, dan saudara dari pihak anak perempuan), dongan sahuta (teman sekampung/sewilayah), dan ale-ale (sahabat/rekan). Pesta ini merupakan pesta yang agak besar, dalam adat Batak disebut ulaon di alaman (acara pesta yang dilakukan di halaman rumah), walaupun seluruh undangan masuk ke dalam rumah dan pesta dilaksanakan di dalam rumah. Ini menggambarkan besarnya pesta yang dilaksanakan.[15]
Ompung Bao dan tulang si bayi yang dibaptis datang membawa ikan mas, ulos, dan boras pir ni tondi. Dongan tubu (teman semarga) dan boru (pihak keluarga dari anak perempuan) datang membawa uang dalam amplop. Orang tua si bayi yang dibaptis menyediakan makanan lengkap dengan tudu-tudu ni sipanganon. Jumlah ikan mas yang disajikan di atas piring yang besar sebanyak 3-5 ekor atau 7 ekor (jumlah ikan harus ganjil).
Setelah selesai makan dilanjutkan dengan memberi kata-kata petuah kepada orang tua bayi yang dibaptis, dengan harapan kiranya diberikan Tuhan kekuatan untuk mendidik bayi tersebut hingga dewasa dan menjadi orang yang dapat diandalkan oleh keluarga.[16] Dalam acara ini, pembaptisan di Gereja dipahami sebagai acara pemberian nama bagi si bayi.
arsip_dok|hkbp_krjati|MSoit19
HKBP mengakui Baptisan sebagai salah satu dari Sakramen yang dilayankan bagi jemaat. HKBP melihat Baptisan sebagai perintah langsung dari Tuhan Yesus untuk dilaaksanakan oleh Gereja. HKBP juga mempercayai begitu banyak berkat dan manfaat yang dapat diperoleh orang percaya dalam Baptisan. Baptisan juga dimengerti secara universal, semua orang percaya dan keluarganya berhak menerima Baptisan. Oleh karena itu HKBP juga melayankan baptisan anak dengan iman orang tua yang dijadikan jaminan bagi si anak untuk menerima baptisan.
Baptisan yang dijalankan juga cukup fleksibel sehingga memungkinkan untuk memberikan Baptisan kepada anak yang sedang sakit atau dalam keadaan sekarat, walaupun baptisan tersebut tidak dilaksanakan di gereja dan boleh dilayani oleh penatua (tidak harus pendeta).
Salah satu ciri utama HKBP adalah bahwa adat tidak dapt dipisahkan dengan agama. Oleh karena itu acara adat setelah pembaptisan di gereja tetap dipertahankan. Hanya saja unsur-unsur sinkrentisme seperti berkat dari tulang tidak lagi diadakan dengan pengertian bahwa berkat baptisan yang sudah diterima di gereja adalah berkat yang paling agung sehingga tidak ada berkat lain yang dapat menyamainya.
arsip_dok|hkbp_krjati|MSoit19
Daftar Pustaka :
Agenda (Tata Liturgi) HKBP. Pearaja Tarutung: Badan Penerbit HKBP. ttp.
Aturan Ni HKBP tahun 1994-2004 (Tata Gereja HKBP tahun 1994-2004). Pearaja Tarutung:
Badan Penerbit HKBP. 1995.
Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1990.
Luther, Dr. Martin. Katekismus Besar. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1994.
Luther, Dr. Martin. Katekismus Kecil. Pearaja Tarutung: Badan Penerbit HKBP. ttp.
Panindangion Haporseaon (Pengakuan Iman/Konfessi) HKBP. Pearaja Tarutung: HKBP. 1951. Panindangion Haporseaon (Pengakuan Iman/Konfessi) HKBP. Pearaja Tarutung: HKBP. 1996.
Pasaribu, Rudolf H. Pembinaan Warga Jemaat: Iman Kristen. Medan: BP3 Iman Warga Jemaat.